Thursday, April 20, 2017

MAKALAH PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM ISLAM


A.       Pendidikan Akhlak
Untuk memperoleh pengertian pendidikan akhlak anak secara baik, penulis akan mendefinisikan pengertian pendidikan terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan pengertian akhlak, pengertian anak. Kemudian dikombinasikan sehingga di temukan pengertian pendidikan akhlak.
1.         Pengertian Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan adalah proses pengubahan sika dan tata laku seseorang/kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.[1]
Menurut istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan member awal “pe” dan akhiran “kan” mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan sebaginya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari Yunani, yaitu “Paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahsa arab istilah ini sering di terjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti Pendidikan.[2]
Menurut kihajar dewantara sebagaimana di kutip oleh Abdul Khobir dalam bukunya yang berjudul “Filsafat Pendidikan Islam”Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak.[3]
Menurut Hasbullah dalam bukunya “Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan”   mengutip dari perkataan Langeveld Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugasnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa atau  (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.[4]
Sedangkan menurut M. Abdullah Yatimin, Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan dan pencerahan pengetahuan.[5]
Dari beberapa pengertian pendidikan yang diberikan para ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk bisa membimbing dirinya dan orang lain melalui pengajaran dan pelatihan sehingga terbentuk kepribadian yang mulia.
2.    Pengertian Akhlak
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, akhlak adalah budi pekerti, kelakuan.[6] Akhlak secara bahasa berasal dari Bahasa Arab “Akhlak” jamak dari kata “Khuluqun” yang artinya kejadian. Akhlak berhubungan juga dengan “Khaliq” yang berarti pencipta dan kata “makhluk” yang berarti yang diciptakan. Akhlak juga bisa berarti perangai, watak, tingkah laku, dan budi pekerti.[7]
Sedangkan menurut terminologis (istilah) pengertian ada beberapa pendapat, diantaranya :
Menurut Anwar Masy’ari Akhlak adalah gambaran jiwa yang tersembunyi yang timbul pada manusia ketika menjalankan perbuatan-perbuatan yang tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.[8]
 Imam Al Ghazali sebagimana dikutip oleh Mahjuddin dalam bukunya “Akhlak Tasawuf II” berpendapat bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang di lakukan; tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan terpuji menurut ketentuan rasio dan norma agama, di namakan akhlak baik. maka manakala ia melahirkan tindakan buruk, maka di namakan akhlak buruk.[9]
Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-ta’rifat sebagaimana di kutip oleh Ali Abdul Halim dalam bukunya “ Akhlak Mulia” Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yag tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syari’ah, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk.[10]
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah tingkah laku dan perbuatan yang sudah melekat dan menetap dalam jiwa (menjadi malakah/kebiasaan), karena perbuatan tersebut telah dilakukan berulang-ulang, terus menerus dan bersifat spontanitas serta dengan kesadaran jiwa bukan paksaan atau ketidaksengajaan
Setelah dijelaskan secara terpisah mengenai pengertian pendidikan dan pengertian akhlak, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa kecil sampai ia menjadi seorang mukallaf, serta seseorang yang telah siap mengarungi lautan kehidupan. Dan hidup dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu kuat, ingat bersandar, meminta pertolongan dan berserah diri kepada-Nya. menerima setiap keutamaan dan kemuliaan serta terbiasa melakukan akhlak mulia.[11]
Sedangkan Miqdad Yaljam juga bahwasanya pendidikan akhlak yaitu menumbuhkembangkan sikap manusia agar menjadi lebih sempurna secara moral sehingga hidupnya selalu terbuka bagi kebaikan dan tertutup dari segala macam keburukan dan menjadikan manusia berakhlak[12]
Dalam sumber lain di sebutkan bahwa Pendidikan akhlak merupakan proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan, untuk mencapai pencerahan pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan akhlak secara formal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan akhlak manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup. Pendidikan akhlak juga di artikan sebagai  proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan, untuk mencapai pencerahan pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan akhlak secara formal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan akhlak manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup.[13]
Dengan demikian yang di maksud dengan pendidikan akhlak adalah pendidikan tentang prinsip-prinsip akhlak mulia yang harus diketahui, difahami, dihayati dan kemudian di praktekan oleh anak dalam kehidupan sehari-hari.[14]
Dari beberapa urain diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan disengaja untuk memberikan bimbingan, baik jasmani maupun rohani, melalui penanaman nilai-nilai Islam, latihan moral, fisik serta menghasilkan perubahan ke arah positif, yang nantinya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan, dengan kebiasaan bertingkah laku, berpikir dan berbudi pekerti yang luhur menuju terbentuknya manusia yang berakhlak mulia.
B.  Dasar-dasar dan tujuan pendidikan akhlak anak
1.    Dasar Pendidikan Akhlak
Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga setiap ajaran yang ada dalam islam memiliki dasar pemikiran,[15] begitu pula dengan pendidikan akhlak. karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia. maka selaku umat Islam sebagai yang memiliki pedoman seyogyanya meneladani sifat dan perilaku Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. 33/Al-Ahzab : 21
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فىِ رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَالْيَوْم
                 اْلا خِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. al-Ahzab : 21).
Selain ayat di atas yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah QS Luqman : 17-18, seperti ayat di bawah ini :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَك إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُور 
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Artinya:
“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.s Al Lukman:17-18).
Dalam ayat tersebut jelaslah bahwa Allah memerintahkan manusia agar melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, dan juga melarang untuk berperilaku buruk atau mempunyai akhlak tercela. Sehingga, pendidikan akhlak itu perlu guna mengatur dan membatasi tindakan-tindakan manusia yang semena-mena agar berlaku sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan dalam firman-Nya yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an.
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan pokok dari pendidikan akhlak adalah agar setiap muslim berbudi pekerti, bertingkah laku, berperangai atau beradat istiadat yang baik secara ajaran islam,[16]  Terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik,[17] Sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sejati, Terwujudnya pribadi muslim yang luhur dan mulia. Terhindarnya perbuatan hina dan tercela.[18]
Namun tujuan pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1)   Tujuan Umum
Menurut Barnawy Umari, bahwa tujuan pendidikan akhlak secara umum meliputi :
a)      Supaya dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari yang buruk, jelek, hina dan tercela.
b)      Supaya perhubungan kita dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.[19]
2) Tujuan Khusus
Adapun secara spesifik pendidikan akhlak bertujuan :
a)      Menumbuhkan pembentukan kebiasaan berakhlak mulia dan beradat kebiasaan yang baik.
b)      Memantapkan rasa keagamaan pada anak, membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan membenci akhlak yang rendah.
c)      Membiasakan anak bersikap rela, optimis, percaya diri, emosi, tahan menderita dan sabar.
d)     Membimbing anak ke arah dikap yang sehat dan dapat membantu mereka berinteraksi sosial yang baik, mencintai kebaikan untuk orang lain, suka menolong, sayang kepada yang lemah, dan menghargai orang lain.
e)      Membiasakan anak bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik.
f)       Selalu tekun beribaah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.[20]
Adapun menurut Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi menjelaskan tujuan dari pendidikan akhlak dalam Al qur’an (Islam) adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan mulia dalam bertingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Jiwa dari pendidikan Islam adalah pendidikan moral dan akhlak.[21]
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan akhlak adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dijalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT.
C.  Ruang lingkup Akhlak Dalam Al Qur’an
Secara garis besar akhlak dalam agama islam dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1.        Akhlak yang terpuji (al-Akhlak al-Karimah/al-Mahmudah), yaitu akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol Ilahiyyah yang dapat membawa nilai-nilai yang positif bagi kemaslahatan diri sendiri dan umat. Beberapa sifat yang termasuk akhlak karimah diantaranya, sifat sabar, jujur, tawadhu, ikhlas, syukur, rendah hati, tolong-menolong dan sebagainya.
2.        Akhlak yang tercela (al-Akhlak al-Madzmumah), yaitu akhlak yang berada diluar kontrol Ilahiyyah, atau asalnya datang dari hawa nafsu yang berada dalam lingkup syaitan. Dan sifat-sifat tercela ini hanya akan membawa dampak negatif, bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi umat manusia. Beberapa sifat tercela tergambar dalam sifat sombong, tamak, kuffur, berprasangka buruk, malas, menyakiti sesama dan sebagainya.[22]
Selanjutnya dilihat dari sasaran/objeknya, akhlak dalam Al Qur’an dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah) dan akhlak kepada makhluk (selain Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan (tumbuhan dan binatang), dan akhlak terhadap benda-benda mati.[23]
a)        Akhlak Kepada Allah.
Titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji, demikian agungnya sifat itu, jangankan manusia, malaikat sekalipun tak mampu menjangkau hakikat-Nya.[24] Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat, berkewajiban untuk berakhlak kepada Allah dengan cara meluruskan ubudiyyah dengan dasar tauhid.[25]
Bentuk lain dari akhlak terhadap Allah adalah dengan beribadah dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan sesuai dengan perintah-Nya, antara lain dengan berdzikir dalam kondisi dan situasi apapun. Berdoa’a kepada Allah, karena do’a merupakan inti dari ibadah. Bersikap tawadhu dan rendah diri dihadapan Allah, karena yang berhak untuk sombong adalah Allah semata, sehingga tidak layak seseorang hidup dengan kesombongan.[26]
b)        Akhlak terhadap sesama manusia.
Akhlak terhadap manusia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah, sebab beliau adalah manusia yang paling sempurna akhlaknya. Diantara bentuk akhlak kepada beliau adalah dengan cara mencintai Rasulullah dan memuliakannya.[27]
Sementara itu, Aminuddin secara lebih detail merinci akhlak terhadap sesama manusia sebagai berikut:
1)   Akhlak kepada Rasulullah. Dilakukan dengan cara mencintai beliau dan mengikuti semua sunnahnya.
2)   Akhlak pada kedua orang tua. Adalah dengan cara berbuat baik pada mereka dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan mencintai mereka sebagai rasa terima kasih, berlaku lemah lembut, dan merawat mereka saat mereka tua.
3)   Akhlak kepada diri sendiri. Tercermin dalam sikap sabar yang merupakan hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa saja yang menimpanya. Syukur, sebagai bentuk terima kasih atas nikmat-nikmat Allah. Rendah hati, sebagai kesadaran akan hakikat dirinya yang lemah dan serba terbatas.
4)   Akhlak terhadap keluarga, kerabat. Seperti saling membina rasa kasih sayang dalam kehidupan keluarga, berbakti kepada orang tua, mendidik anak dan membina hubungan silaturahmi.
5)   Akhlak kepada tetangga. Dengan cara saling berkunjung, membantu dikala waktu senggang, saling menghindari pertengkaran/permusuhan.
6)   Akhlak kepada masyarakat. Dapat dilakukan dengan cara memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku.[28]
c)        Akhlak terhadap lingkungan.
Islam sungguh agama yang sempurna, begitu pula dengan ajarannya. Islam tidak hanya berbicara hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, tapi juga bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia.[29]
D.          Aspek yang mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan (muktasabah), bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat. Akan tetapi, menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk karena akhlak adalah insting (garizah).[30]
Beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan akhlak adalah:
1.Insting dan Naluri
Insting merupakan seperangkat tabi”at yang dibawa manusia sejak lahir. Menurut james insting adalah suatau alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan tiada dengan didahului latihan perbuatan itu. Para psikolog menjelaskan bahwa insting (naluri) berfungsi  sebagai motivator pengerak yang mendorong lahirnya tingkah laku, antara lain:
b.   Naluri makan
Begitu manusia lahir telah memiliki hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain. Buktinya , begitu bayi lahir ia dapat mencari tetek ibunya dan mehisap air susu ibunya tanpa diajari lagi.
c.    Naluri berjodoh
Laki-laki menginginkan wanita, dan wanita menginginkan laki-laki.
d.   Naluri Keibubapakan
Ta’biat kecintaan orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya.
e.    Naluri Berjuang
Ta’biat manusia yang selalu mempertahankan dirinya, dari gangguan dan tantangan, jika seseorang diserang oleh musuh, maka ia akan membela dirinya.
f.    Naluri ber-Tuhan
Ta’biat manusia yang merindukan Penciptanya yang memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini disalurkan dalam naluri beragama.
2.   Wirotsah (keturunan)
           Maksudnya adalah Berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadang-kadang anak itu mewarisi sebagian besar dari salah satu sifat orang tuanya.
كلَّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ (رواه البخارى)
     “ setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah,maka kedua orang tuanya yang menjadikan yahudi, nasrani atau majusi” [31].
3.   Faktor lingkungan dan Adat Istiadat
           Pembentukan akhlak manusia sangat di tentukan oleh lingkungan alam dan lingkungan sosial (faktor adat kebiasaan), yang dalam dunia pendidikan di sebut faktor empiris (pengalaman hidup manusia).[32]
E.           Metode pendidikan akhlak
Di lingkungan sekolah pendidikan pada kenyataannya di praktekkan sebagai pengajaran yang sifatnya verbalistik. Pendidikan yang terjadi di sekolah formal adalah diktat, hafalan, tanya jawab, dan sejenisnya yang ujung-ujungnya hafalan anak di tagih melalui evaluasi tes tertulis. Kalau kenyataannya seperti itu berarti anak didik baru mampu menjadi penerima informasi belum menunjukkan bukti telah menghayati nilai-nilai Islam yang diajarkan. Pendidikan akhlak seharusnya bukan sekedar untuk menghafal, namun merupakan upaya atau proses, dalam mendidik murid untuk memahami, mengetahui sekaligus menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Islam dengan cara membiasakan anak mempraktekkan ajaran Islam dalam kesehariannya. Ajaran Islam sejatinya untuk diamalkan bukan sekedar di hafal, bahkan lebih dari itu mestinya sampai pada kepekaan akan amaliah Islam itu sendiri sehingga mereka mampu berbuat baik dan menghindari berbuat jahat.[33]
Dalam buku Daur al-Bait fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, karangan Khatib Ahmad Santhut yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yang telah dikutip oleh Mahjudin dalam bukunya “Akhlak Tasawuf II” membagi metode pendidikan moral/akhlak ke dalam lima bagian, di antaranya adalah :
1.    Keteladanan
Metode ini merupakan metode terbaik dalam pendidikan akhlak. Keteladanan selalu menuntut sikap yang konsisten serta kontinyu, baik dalam perbuatan maupun budi pekerti yang luhur.
2.      Dengan memberikan tuntunan
Yang dimaksud di sini adalah dengan memberikan hukuman atas perbuatan anak atau perbuatan orang lain yang berlangsung di hadapannya, baik itu perbuatan terpuji atau tidak terpuji menurut pandangan al-Qur’an dan Sunnah.
3.      Dengan kisah-kisah sejarah
Islam memperhatikan kecenderungan alami manusia untuk mendengarkan kisah-kisah sejarah. Di antaranya adalah kisah-kisah para Nabi, kisah orang yang durhaka terhadap risalah kenabian serta balasan yang ditimpakan kepada mereka. al-Qur’an telah menggunakan kisah untuk segala aspek pendidikan termasuk juga pendidikan akhlak.
4.       Memberikan dorongan dan menanamkan rasa takut (pada Allah)
Tuntunan yang disertai motivasi dan menakut-nakuti yang disandarkan pada keteladanan yang baik mendorong anak untuk menyerap perbuatan-perbuatan terpuji, bahkan akan menjadi perwatakannya.
5.      Memupuk hati nurani
Pendidikan akhlak tidak dapat mencapai sasarannya tanpa disertai pemupukan hati nurani yang merupakan kekuatan dari dalam manusia, yang dapat menilai baik buruk suatu perbuatan. Bila hati nurani merasakan senang terhadap perbuatan tersebut, dia akan merespon dengan baik, bila hati nurani merasakan sakit dan menyesal terhadap suatu perbuatan, ia pun akan merespon dengan buruk.[34]
F.           Tahapan pendidikan akhlak anak menurut Al Qur’an
Secara psikologis kemampuan (daya) serap anak sangat bervariasi sesuai dengan tingkatan umurnya, maka cara mendidiknya juga harus bervariasi..
Cara mendidik akhlak anak  yang di mulai dari dalam kandungan sampai berumur 19 tahun keatas antara lain:
a.       Penanaman akhlak terhadap janin dalam kandunagan
Pada hakekatnya, pendidikan akhlak itu berusaha menyempurnakan dan mengarahkan potensi dan kekuatan naluri (garizah) dalam diri manusia. 
b.      Penanaman akhlak Anak terhadap bayi lahir
Sejak hari kelahiran sampai umur 3 tahun, masa bayi tersebut dinamai masa vital, dimana pada masa tersebut kondisinfisik dan mental anak menjadi pondasiyang sangat penting untuk perkembangan berikutnya.
c.             Pendidikan akhlak Anak pada masa Kanak-kanak
Pada masa kanak-kanak, dimaksudkan adalah umur 4-5 tahun, yang biasanya anak tersebut sudah memasuki tingkak pendidikan Taman Kanak-kanak. Anak tersebut seing dilanda suatu masa pancaroba, yang mana sikapnya selalu membandel, masa ini mengandung resiko terhadap kepribadian anak.
d.      Pendidikan akhlak Anak Pada Masa Umur SD
Pada masa ini anak sudah mulai bergaul dengan lingkungan sekitar, dengan sendirinya pergaulan dengan orang tu sudah mulai berkurang.

e.             Pendidikan Akhlak Pada Masa Remaja
Masa remaja adalah ketika anak berumur 13-18 tahun dimana anak sudah memasuka jenjang sekolah menengah.  Pengawasan tidak hanya terbatas ketika berada di sekitarnya, tetapi harus tanggap dan teliti terhadap pergaulanya.
f.             Pendidikan Akhlak Pada Masa Dewasa
Pada masa ini anak berusia sekitar 19 tahun keatas. Anak sudah dapat menghayati pengalaman-pengalaman hidup yang pernah dialami sejak kecil hingga dewasa, kemudian menemukan arti dan nilai-nilai tertentu yang bermanfaat untuk menentukan sikapberfikir yang kritis.[35]





[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. Ke 3 (Jakarta : Balai Pustaka, 2005). Hlm. 263.
[2] W.J.S. Poerwadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1996), hlm. 250.
[3] Abdul Khobir, Op. cit., hlm.  3.
[4] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 2.
[5] Abdullah yatimin, study akhlak dalam perspektif Al Qur’an ( Jakarta: Amzah, 2007 ), hlm. 13.
[6] Departemen Pendidikan Nasional, Op. cit., hlm. 20.
[7] Siroj, Zaenuri dan Adib Al Arif, Hebatnya Akhlak di Atas Ilmu Dan Tahta (Surabaya: Bintang Books, 2009), hlm. 1.
[8] Anwar. Masy’ari, Khulukul Qur’an, Edisi terj (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2008), hlm. 10.
[9] Mahjuddin, Op. cit., hlm. 2.
[10] Ali Abdul Halim, Op. cit., hlm. 31.
[11] Raharjo, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer (Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), hlm.63.
[12] Miqdad Yaljam, Miqdad Yaljam, Kecerdasan Moral,Penerjemah, alih bahasa Tulus Musthofa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm hlm. 24.
[13] Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih (Yogyakarta: Belukar 2004 ) hlm. 31.
[14] Imam Suroji. Op. cit., hlm. 41.
[15] Amin Syukur, Pengantar Studi Islam( Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 131.
[16] Anwar. Rosihon, Op. cit., hlm. 25.
[17] Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 11.
[18] Aba Firdaus Al Nahlawi, Membangun Akhlak Mulia Dalam Bingkai Al Qur’an dan Sunnah (Yogyakarta: Al Manar, 2003), hlm. 26.
[19] Barnawy Umari, Materi Akhlak (Sala : Ramadhani, 1984), hlm. 2.
[20] Chabib Thoha, Saifudin Zuhri, dkk., Metodologi Pengajaran Agama, (Fakultas Tarbiyah,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 136.
[21] Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan (Bandung : Pustaka Setia, 2003), hlm. 114.
[22] Bisri, Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, 2012), hal. 7
[23] Marzuki, Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, (Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009), hlm. 22.
[24] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2013)..., hal. 348
[25] Marzuki, loc. Cit.
[26]Aminuddin dkk, Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam, cet II, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm.153.
[27] Ibid., hal 22.
[28] Ibid., hlm.154
[29] M. Quraish Shihab, Op. cit. hal. 358.
[30] Drs. H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf  (Bandung: CV, Pustaka Setia,1999),  hlm. 83.
[31] Prof. Dr.H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT.Raja Garfindo Persada, 2000). hlm. 169.
[32] Mahjudin, Op. cit., hlm. 33.
[33] A. Qodri A. Azizy, Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), Cet. II, hlm. 64-65.
[34] Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, terj. Ibnu Burdah, “Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”  (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 1998), hlm. 85-95.
[35] Mahjuddin, Op.cit., hlm. 53-60. 

No comments:

Post a Comment

Featured Post

Kepercayaan orang Jawa sebelum Islam