PENGANTAR
Mungkin tidak satu dua orang yang
sempat berpikir atau merenung tentang agama, tapi jutaan orang bahkan semua
orang pernah terbesit pertanyaan agama itu buat apa? Kenapa kita harus beraga,
apa manfaat agama?
Oleh karena itu dalam
artikel ini saya akan sedikit membahas tentang pertanyaan pertanyaan di atas. Mohon
dikoreksi apabila yang saya sampaikan salah. Kritik dan saran para pembaca
merupakan guru terbaik saya. Dan semoga saya selaku penulis tidak salah dalam
menjelaskan hal tersebut di atas.
A. Sekilas Tentang
Agama
Agama adalah satu kata yang mudah
diucapkan dan mudah juga untuk menjelaskan maksudnya( terutama bagi
orang awam), tetapi sulit untuk memberikan definisi, lebih-lebih bagi para
pakar.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia
adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk
(fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait
dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum,
seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena
tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang
bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri,
minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu
itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka
potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak
usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri
seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang
bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self
control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
B.
Sekilas tentang Manusia
Dalam perspektif filsafat Disimpulkan
bahwa manusia merupakan hewan yang berpikir karena memiliki nalar intelektual.
Dengan nalar intelektual itulah manusia dapat berpikir, menganalisis,
memperkirakan, meyimpulkan, membandingkan, dan sebagainya. Nalar intelektual
ini pula yang membuat manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang jelek,
antara yang salah dan yang benar.
Pada saat-saat tertentu dalam perjalanan
hidupnya, manusia mempertanyakan tentang asal-usul alam semesta dan asal-usul
keber-ada-an dirinya sendiri. Terdapat dua aliran pokok
filsafat yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut, yaitu Evolusionisme dan
Kreasionisme (J.D. Butler, 1968).
Menurut Evolusionisme, manusia
adalah hasil puncak dari mata rantai
evolusi yang terjadi di alam semesta.
Manusia sebagaimana halnya alam semesta ada dengan
sendirinya berkembang dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta. Penganut
aliran ini antara lain Herbert Spencer, Charles Darwin, dan
Konosuke Matsushita. Sebaliknya.
Kreasionisme menyatakan bahwa asal usul
manusia sebagaimana halnya alam semesta adalah ciptaan suatu Creative Cause
atau Personality, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Penganut aliran ini antara lain
Thomas Aquinas dan Al-Ghazali.
Memang kita dapat menerima
gagasan tentang adanya proses evolusi di
alam semesta termasuk pada diri manusia, tetapi
tentunya kita menolak pandangan yang menyatakan adanya
manusia di alam semesta semata-mata sebagai hasil evolusi dari alam itu
sendiri, tanpa Pencipta.
C.
Wujud dan Potensi Manusia.
Wujud Manusia. menurut
penganut aliran Materialisme yaitu Julien de La
Mettrie bahwa esensi manusia semata-mata bersifat
badani, esensi manusia adalah tubuh atau fisiknya.
Sebab itu, segala hal yang bersifat kejiwaan, spiritual atau rohaniah
dipandangnya hanya sebagai resonansi dari
berfungsinya badan atau organ tubuh. Tubuhlah yang mempengaruhi
jiwa. Contoh: Jika ada organ tubuh luka muncullah rasa sakit.
Pandangan hubungan antara badan dan jiwa
seperti itu dikenal sebagai Epiphenomenalisme (J.D.
Butler, 1968). Bertentangan dengan gagasan Julien de
La Metrie, menurut Plato salah seorang penganut
aliran Idealisme -bahwa esensi manusia
bersifat kejiwaan/spiritual/rohaniah. Memang Plato
tidak mengingkari adanya aspek badan, namun
menurut dia jiwa mempunyai kedudukan lebih
tinggi daripada badan.
D.
Hubungan Agama Dengan Manusia Dalam Kehidupan
Agama dan kehidupan beragama merupakan
unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan dan sistem budaya umat manusia. Sejak
awal manusia berbudaya, agama dan kehidupan beragama tersebut telah menggejala
dalam kehidupan, bahkan memberikan corak dan bentuk dari semua perilaku
budayanya. Agama dan perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang dari adanya rasa
ketergantungan manusia terhadap kekuatan ghaib yang mereka rasakan sebagai
sumber kehidupan mereka. Mereka harus berkomunikasi untuk memohon bantuan dan
pertolongan kepada kekuatan gaib tersebut, agar mendapatkan kehidupan yang
aman, selamat dan sejahtera. Tetapi “apa” dan “siapa” kekuatan gaib yang mereka
rasakan sebagai sumber kehidupan tersebut, dan bagaimana cara berkomunikasi dan
memohon peeerlindungan dan bantuan tersebut, mereka tidak tahu. Mereka hanya
merasakan adanya da kebutuhan akan bantuan dan perlindunganya. Itulah awal rasa
agama, yang merupakan desakan dari dalam diri mereka, yang mendorong timbulnya perilaku
keagamaan. Dengan demikian rasa agama dan perilaku keagamaan merupakan
pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah”
manusia.
E.
Kesimpulan
a. Agama merupakan Sumber
moral
b. Agama adalah Petunjuk
Kebenaran
c. Agama sebagai Sumber
Informasi Metafisika
d.
Agama merupakan pembimbing rohani bagi manusia
DAFTAR PUSTAKA
M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an,
1998,Bandung, Penerbit Al Mizan
Jacob & Basid Wahid, Evolusi
Manusia dan Konsepsi Islam, 1984, Bandung Risalah.
Mukhtar Solihin & Rosihon Anwar, Hakikat
Manusia “Menggali Potensi Kesadaran Pendidikan Diri, dan Psikologi Islam,
2005, Bandung: Pustaka Setia
Muhaiman Dimensi-Dimensi
Studi Islam, 1994, Surabaya,Karya Abditama
No comments:
Post a Comment