A. Pendidikan
Akhlak
Untuk memperoleh pengertian pendidikan akhlak anak
secara baik, penulis akan mendefinisikan pengertian pendidikan terlebih dahulu,
lalu dilanjutkan dengan pengertian akhlak, pengertian anak. Kemudian dikombinasikan
sehingga di temukan pengertian pendidikan akhlak.
1.
Pengertian Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan
adalah proses pengubahan sika dan tata laku seseorang/kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.[1]
Menurut istilah pendidikan berasal dari kata “didik”
dengan member awal “pe” dan akhiran “kan” mengandung arti “perbuatan” (hal,
cara dan sebaginya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari Yunani, yaitu
“Paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini
kemudian diterjemahkan kedalam bahasa inggris dengan “education” yang berarti
pengembangan atau bimbingan. Dalam bahsa arab istilah ini sering di terjemahkan
dengan “tarbiyah” yang berarti Pendidikan.[2]
Menurut kihajar dewantara sebagaimana di kutip oleh
Abdul Khobir dalam bukunya yang berjudul “Filsafat Pendidikan Islam”Pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelektual) dan tubuh anak.[3]
Menurut
Hasbullah dalam bukunya “Dasar-Dasar
Ilmu Pendidikan”
mengutip dari perkataan Langeveld Pendidikan ialah setiap usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada
pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap
melaksanakan tugasnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa
atau (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku,
putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang
belum dewasa.[4]
Sedangkan
menurut M. Abdullah Yatimin, Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari
kegelapan, kebodohan dan pencerahan pengetahuan.[5]
Dari beberapa
pengertian pendidikan yang diberikan para ahli tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk bisa membimbing dirinya
dan orang lain melalui pengajaran dan pelatihan sehingga terbentuk kepribadian
yang mulia.
2. Pengertian Akhlak
Menurut kamus besar bahasa Indonesia,
akhlak adalah budi pekerti, kelakuan.[6]
Akhlak secara bahasa berasal dari Bahasa Arab “Akhlak” jamak dari kata
“Khuluqun” yang artinya kejadian. Akhlak berhubungan juga dengan “Khaliq” yang
berarti pencipta dan kata “makhluk” yang berarti yang diciptakan. Akhlak juga
bisa berarti perangai, watak, tingkah laku, dan budi pekerti.[7]
Sedangkan menurut terminologis
(istilah) pengertian ada beberapa pendapat, diantaranya :
Menurut Anwar Masy’ari Akhlak
adalah gambaran jiwa yang tersembunyi yang timbul pada manusia ketika
menjalankan perbuatan-perbuatan yang tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.[8]
Imam Al Ghazali
sebagimana dikutip oleh Mahjuddin
dalam bukunya “Akhlak Tasawuf II” berpendapat bahwa akhlak adalah suatu
sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan
yang gampang di lakukan; tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama).
Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan terpuji menurut ketentuan rasio
dan norma agama, di namakan akhlak baik. maka manakala ia melahirkan tindakan
buruk, maka di namakan akhlak buruk.[9]
Al-Jurjani
mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-ta’rifat sebagaimana di kutip oleh Ali
Abdul Halim dalam bukunya “ Akhlak Mulia” Akhlak adalah istilah bagi sesuatu
sifat yag tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan
dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung. Jika dari sifat
tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syari’ah,
dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan
darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut dinamakan
akhlak yang buruk.[10]
Dari
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah tingkah laku dan
perbuatan yang sudah melekat dan menetap dalam jiwa (menjadi
malakah/kebiasaan), karena perbuatan tersebut telah dilakukan berulang-ulang,
terus menerus dan bersifat spontanitas serta dengan kesadaran jiwa bukan
paksaan atau ketidaksengajaan
Setelah dijelaskan secara terpisah
mengenai pengertian pendidikan dan pengertian akhlak, maka dapat disimpulkan
bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak dan
keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak
sejak masa kecil sampai ia menjadi seorang mukallaf, serta seseorang yang telah
siap mengarungi lautan kehidupan. Dan hidup dengan berpijak pada landasan iman
kepada Allah dan terdidik untuk selalu kuat, ingat bersandar, meminta
pertolongan dan berserah diri kepada-Nya. menerima setiap keutamaan dan
kemuliaan serta terbiasa melakukan akhlak mulia.[11]
Sedangkan Miqdad Yaljam juga
bahwasanya pendidikan akhlak yaitu menumbuhkembangkan sikap manusia agar
menjadi lebih sempurna secara moral sehingga hidupnya selalu terbuka bagi
kebaikan dan tertutup dari segala macam keburukan dan menjadikan manusia
berakhlak[12]
Dalam sumber lain di sebutkan bahwa
Pendidikan akhlak merupakan proses membimbing manusia dari kegelapan,
kebodohan, untuk mencapai pencerahan pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan
akhlak secara formal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan akhlak
manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup.
Pendidikan akhlak juga di artikan sebagai
proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan, untuk mencapai
pencerahan pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan akhlak secara formal
meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan akhlak manusia tentang dirinya
sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup.[13]
Dengan demikian yang di maksud
dengan pendidikan akhlak adalah pendidikan tentang prinsip-prinsip akhlak mulia
yang harus diketahui, difahami, dihayati dan kemudian di praktekan oleh anak
dalam kehidupan sehari-hari.[14]
Dari beberapa urain diatas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara
sadar dan disengaja untuk memberikan bimbingan, baik jasmani maupun rohani,
melalui penanaman nilai-nilai Islam, latihan moral, fisik serta menghasilkan
perubahan ke arah positif, yang nantinya dapat diaktualisasikan dalam
kehidupan, dengan kebiasaan bertingkah laku, berpikir dan berbudi pekerti yang
luhur menuju terbentuknya manusia yang berakhlak mulia.
B.
Dasar-dasar dan tujuan pendidikan
akhlak anak
1. Dasar
Pendidikan Akhlak
Islam
merupakan agama yang sempurna, sehingga setiap ajaran yang ada dalam islam
memiliki dasar pemikiran,[15]
begitu pula dengan pendidikan akhlak. karena akhlak merupakan sistem moral yang
bertitik pada ajaran Islam. Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat
Islam menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai
dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai teladan bagi
seluruh umat manusia. maka selaku umat Islam sebagai yang memiliki pedoman
seyogyanya meneladani sifat dan perilaku Rasulullah SAW sebagai teladan bagi
seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. 33/Al-Ahzab : 21
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فىِ رَسُوْلِ
اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَالْيَوْم
اْلا
خِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. al-Ahzab :
21).
Selain ayat di atas yang menjadi dasar pendidikan
akhlak adalah QS Luqman : 17-18, seperti ayat di bawah ini :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ
بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى
مَا أَصَابَك
إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُور
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ
لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ
مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Artinya:
“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (Q.s Al Lukman:17-18).
Dalam ayat tersebut jelaslah bahwa Allah
memerintahkan manusia agar melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, dan juga
melarang untuk berperilaku buruk atau mempunyai akhlak tercela. Sehingga,
pendidikan akhlak itu perlu guna mengatur dan membatasi tindakan-tindakan
manusia yang semena-mena agar berlaku sesuai dengan apa yang telah Allah
perintahkan dalam firman-Nya yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an.
2. Tujuan
Pendidikan Akhlak
Tujuan
pokok dari pendidikan akhlak adalah agar setiap muslim berbudi pekerti,
bertingkah laku, berperangai atau beradat istiadat yang baik secara ajaran
islam,[16]
Terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong
secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik,[17] Sehingga mencapai kesempurnaan dan
memperoleh kebahagiaan yang sejati, Terwujudnya pribadi muslim yang luhur dan
mulia. Terhindarnya perbuatan hina dan tercela.[18]
Namun tujuan
pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1) Tujuan
Umum
Menurut Barnawy Umari, bahwa tujuan pendidikan
akhlak secara umum meliputi :
a) Supaya
dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari
yang buruk, jelek, hina dan tercela.
b) Supaya
perhubungan kita dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk selalu terpelihara
dengan baik dan harmonis.[19]
2) Tujuan
Khusus
Adapun secara spesifik pendidikan akhlak bertujuan :
a) Menumbuhkan
pembentukan kebiasaan berakhlak mulia dan beradat kebiasaan yang baik.
b) Memantapkan
rasa keagamaan pada anak, membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan
membenci akhlak yang rendah.
c) Membiasakan
anak bersikap rela, optimis, percaya diri, emosi, tahan menderita dan sabar.
d) Membimbing
anak ke arah dikap yang sehat dan dapat membantu mereka berinteraksi sosial yang
baik, mencintai kebaikan untuk orang lain, suka menolong, sayang kepada yang
lemah, dan menghargai orang lain.
e) Membiasakan
anak bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik.
f) Selalu
tekun beribaah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.[20]
Adapun menurut Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi
menjelaskan tujuan dari pendidikan akhlak dalam Al qur’an (Islam) adalah
membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan
mulia dalam bertingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan
dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Jiwa dari pendidikan Islam adalah
pendidikan moral dan akhlak.[21]
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pendidikan akhlak adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa
berada dijalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT.
C. Ruang
lingkup Akhlak Dalam Al Qur’an
Secara garis besar
akhlak dalam agama islam dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1.
Akhlak yang terpuji (al-Akhlak
al-Karimah/al-Mahmudah), yaitu akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol
Ilahiyyah yang dapat membawa nilai-nilai yang positif bagi kemaslahatan diri
sendiri dan umat. Beberapa sifat yang termasuk akhlak karimah diantaranya,
sifat sabar, jujur, tawadhu, ikhlas, syukur, rendah hati, tolong-menolong dan
sebagainya.
2.
Akhlak yang tercela (al-Akhlak
al-Madzmumah), yaitu akhlak yang berada diluar kontrol Ilahiyyah, atau
asalnya datang dari hawa nafsu yang berada dalam lingkup syaitan. Dan
sifat-sifat tercela ini hanya akan membawa dampak negatif, bukan hanya bagi
diri sendiri tapi juga bagi umat manusia. Beberapa sifat tercela tergambar
dalam sifat sombong, tamak, kuffur, berprasangka buruk, malas, menyakiti sesama
dan sebagainya.[22]
Selanjutnya dilihat
dari sasaran/objeknya, akhlak dalam Al Qur’an dibagi menjadi dua bagian, yaitu
akhlak terhadap Khaliq (Allah) dan akhlak kepada makhluk (selain
Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam,
akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan (tumbuhan dan
binatang), dan akhlak terhadap benda-benda mati.[23]
a)
Akhlak Kepada Allah.
Titik
tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan
selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji, demikian agungnya sifat itu,
jangankan manusia, malaikat sekalipun tak mampu menjangkau hakikat-Nya.[24]
Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat, berkewajiban untuk
berakhlak kepada Allah dengan cara meluruskan ubudiyyah dengan dasar tauhid.[25]
Bentuk
lain dari akhlak terhadap Allah adalah dengan beribadah dengan sungguh-sungguh
dan penuh keyakinan sesuai dengan perintah-Nya, antara lain dengan berdzikir
dalam kondisi dan situasi apapun. Berdoa’a kepada Allah, karena do’a merupakan
inti dari ibadah. Bersikap tawadhu dan rendah diri dihadapan Allah, karena yang
berhak untuk sombong adalah Allah semata, sehingga tidak layak seseorang hidup
dengan kesombongan.[26]
b)
Akhlak terhadap sesama manusia.
Akhlak
terhadap manusia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah, sebab beliau
adalah manusia yang paling sempurna akhlaknya. Diantara bentuk akhlak kepada
beliau adalah dengan cara mencintai Rasulullah dan memuliakannya.[27]
Sementara itu, Aminuddin secara lebih detail merinci
akhlak terhadap sesama manusia sebagai berikut:
1)
Akhlak kepada
Rasulullah. Dilakukan dengan cara mencintai beliau dan mengikuti semua
sunnahnya.
2)
Akhlak pada
kedua orang tua. Adalah dengan cara berbuat baik pada mereka dalam bentuk
ucapan dan perbuatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan mencintai mereka sebagai
rasa terima kasih, berlaku lemah lembut, dan merawat mereka saat mereka tua.
3)
Akhlak kepada
diri sendiri. Tercermin dalam sikap sabar yang merupakan hasil dari
pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa saja yang menimpanya. Syukur,
sebagai bentuk terima kasih atas nikmat-nikmat Allah. Rendah hati, sebagai
kesadaran akan hakikat dirinya yang lemah dan serba terbatas.
4)
Akhlak terhadap
keluarga, kerabat. Seperti saling membina rasa kasih sayang dalam kehidupan
keluarga, berbakti kepada orang tua, mendidik anak dan membina hubungan
silaturahmi.
5)
Akhlak kepada
tetangga. Dengan cara saling berkunjung, membantu dikala waktu senggang, saling
menghindari pertengkaran/permusuhan.
6)
Akhlak kepada
masyarakat. Dapat dilakukan dengan cara memuliakan tamu, menghormati nilai dan
norma yang berlaku.[28]
c)
Akhlak terhadap lingkungan.
Islam sungguh agama yang sempurna,
begitu pula dengan ajarannya. Islam tidak hanya berbicara hubungan manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia, tapi juga bagaimana seharusnya manusia berhubungan
dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan manusia.[29]
D.
Aspek yang mempengaruhi Pembentukan
Akhlak
Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah
hasil usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan (muktasabah), bukan
terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia
termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati
nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang
tepat. Akan tetapi, menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk
karena akhlak adalah insting (garizah).[30]
Beberapa hal yang
mempengaruhi pembentukan akhlak adalah:
1.Insting dan Naluri
Insting
merupakan seperangkat tabi”at yang dibawa manusia sejak lahir. Menurut james
insting adalah suatau alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan
pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan tiada dengan
didahului latihan perbuatan itu. Para psikolog menjelaskan bahwa insting
(naluri) berfungsi sebagai motivator pengerak yang mendorong lahirnya
tingkah laku, antara lain:
b. Naluri makan
Begitu
manusia lahir telah memiliki hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain. Buktinya
, begitu bayi lahir ia dapat mencari tetek ibunya dan mehisap air susu ibunya
tanpa diajari lagi.
c. Naluri berjodoh
Laki-laki
menginginkan wanita, dan wanita menginginkan laki-laki.
d. Naluri Keibubapakan
Ta’biat kecintaan orang tua terhadap anaknya, dan
sebaliknya.
e. Naluri Berjuang
Ta’biat manusia yang selalu mempertahankan dirinya,
dari gangguan dan tantangan, jika seseorang diserang oleh musuh, maka ia akan
membela dirinya.
f. Naluri ber-Tuhan
Ta’biat manusia yang merindukan Penciptanya yang
memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini disalurkan dalam naluri beragama.
2. Wirotsah (keturunan)
Maksudnya adalah Berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua)
kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan
sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadang-kadang anak itu mewarisi sebagian besar
dari salah satu sifat orang tuanya.
كلَّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ
يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ (رواه البخارى)
“ setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah,maka kedua orang tuanya yang
menjadikan yahudi, nasrani atau majusi” [31].
3. Faktor
lingkungan dan Adat Istiadat
Pembentukan
akhlak manusia sangat di tentukan oleh lingkungan alam dan lingkungan sosial (faktor
adat kebiasaan), yang dalam dunia pendidikan di sebut faktor empiris
(pengalaman hidup manusia).[32]
E.
Metode pendidikan akhlak
Di
lingkungan sekolah pendidikan pada kenyataannya di praktekkan sebagai
pengajaran yang sifatnya verbalistik. Pendidikan yang terjadi di sekolah formal
adalah diktat, hafalan, tanya jawab, dan sejenisnya yang ujung-ujungnya hafalan
anak di tagih melalui evaluasi tes tertulis. Kalau kenyataannya seperti itu
berarti anak didik baru mampu menjadi penerima informasi belum menunjukkan
bukti telah menghayati nilai-nilai Islam yang diajarkan. Pendidikan akhlak
seharusnya bukan sekedar untuk menghafal, namun merupakan upaya atau proses,
dalam mendidik murid untuk memahami, mengetahui sekaligus menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai Islam dengan cara membiasakan anak mempraktekkan ajaran
Islam dalam kesehariannya. Ajaran Islam sejatinya untuk diamalkan bukan sekedar
di hafal, bahkan lebih dari itu mestinya sampai pada kepekaan akan amaliah
Islam itu sendiri sehingga mereka mampu berbuat baik dan menghindari berbuat
jahat.[33]
Dalam buku Daur al-Bait fi
Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, karangan Khatib Ahmad Santhut yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yang telah dikutip oleh Mahjudin dalam
bukunya “Akhlak Tasawuf II” membagi metode pendidikan moral/akhlak ke dalam
lima bagian, di antaranya adalah :
1. Keteladanan
Metode ini merupakan metode terbaik dalam pendidikan
akhlak. Keteladanan selalu menuntut sikap yang konsisten serta kontinyu, baik
dalam perbuatan maupun budi pekerti yang luhur.
2. Dengan
memberikan tuntunan
Yang dimaksud di sini adalah dengan memberikan
hukuman atas perbuatan anak atau perbuatan orang lain yang berlangsung di
hadapannya, baik itu perbuatan terpuji atau tidak terpuji menurut pandangan
al-Qur’an dan Sunnah.
3. Dengan
kisah-kisah sejarah
Islam memperhatikan kecenderungan alami manusia
untuk mendengarkan kisah-kisah sejarah. Di antaranya adalah kisah-kisah para
Nabi, kisah orang yang durhaka terhadap risalah kenabian serta balasan yang
ditimpakan kepada mereka. al-Qur’an telah menggunakan kisah untuk segala aspek
pendidikan termasuk juga pendidikan akhlak.
4. Memberikan
dorongan dan menanamkan rasa takut (pada Allah)
Tuntunan yang disertai motivasi dan menakut-nakuti
yang disandarkan pada keteladanan yang baik mendorong anak untuk menyerap
perbuatan-perbuatan terpuji, bahkan akan menjadi perwatakannya.
5. Memupuk
hati nurani
Pendidikan akhlak tidak dapat mencapai sasarannya
tanpa disertai pemupukan hati nurani yang merupakan kekuatan dari dalam
manusia, yang dapat menilai baik buruk suatu perbuatan. Bila hati nurani
merasakan senang terhadap perbuatan tersebut, dia akan merespon dengan baik,
bila hati nurani merasakan sakit dan menyesal terhadap suatu perbuatan, ia pun
akan merespon dengan buruk.[34]
F.
Tahapan pendidikan akhlak anak
menurut Al Qur’an
Secara psikologis kemampuan (daya) serap anak sangat
bervariasi sesuai dengan tingkatan umurnya, maka cara mendidiknya juga harus
bervariasi..
Cara mendidik akhlak anak yang di mulai dari dalam kandungan sampai
berumur 19 tahun keatas antara lain:
a. Penanaman
akhlak terhadap janin dalam kandunagan
Pada hakekatnya, pendidikan akhlak itu berusaha
menyempurnakan dan mengarahkan potensi dan kekuatan naluri (garizah) dalam diri
manusia.
b. Penanaman
akhlak Anak terhadap bayi lahir
Sejak hari kelahiran sampai umur 3 tahun, masa bayi
tersebut dinamai masa vital, dimana pada masa tersebut kondisinfisik dan mental
anak menjadi pondasiyang sangat penting untuk perkembangan berikutnya.
c.
Pendidikan akhlak Anak pada masa
Kanak-kanak
Pada masa kanak-kanak, dimaksudkan adalah umur 4-5
tahun, yang biasanya anak tersebut sudah memasuki tingkak pendidikan Taman
Kanak-kanak. Anak tersebut seing dilanda suatu masa pancaroba, yang mana
sikapnya selalu membandel, masa ini mengandung resiko terhadap kepribadian
anak.
d. Pendidikan
akhlak Anak Pada Masa Umur SD
Pada masa ini anak sudah mulai bergaul dengan
lingkungan sekitar, dengan sendirinya pergaulan dengan orang tu sudah mulai
berkurang.
e.
Pendidikan Akhlak Pada Masa
Remaja
Masa remaja adalah ketika anak berumur 13-18 tahun
dimana anak sudah memasuka jenjang sekolah menengah. Pengawasan tidak hanya terbatas ketika berada
di sekitarnya, tetapi harus tanggap dan teliti terhadap pergaulanya.
f.
Pendidikan Akhlak Pada Masa Dewasa
Pada masa ini anak berusia sekitar 19 tahun keatas.
Anak sudah dapat menghayati pengalaman-pengalaman hidup yang pernah dialami
sejak kecil hingga dewasa, kemudian menemukan arti dan nilai-nilai tertentu
yang bermanfaat untuk menentukan sikapberfikir yang kritis.[35]
[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, cet. Ke 3 (Jakarta : Balai Pustaka, 2005). Hlm.
263.
[2] W.J.S. Poerwadarminta, kamus
Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1996), hlm. 250.
[3] Abdul Khobir, Op. cit.,
hlm. 3.
[5] Abdullah yatimin, study
akhlak dalam perspektif Al Qur’an ( Jakarta: Amzah, 2007 ), hlm. 13.
[6] Departemen Pendidikan Nasional, Op.
cit., hlm. 20.
[7] Siroj, Zaenuri dan Adib Al Arif,
Hebatnya Akhlak di Atas Ilmu Dan Tahta (Surabaya: Bintang Books, 2009),
hlm. 1.
[8] Anwar. Masy’ari, Khulukul
Qur’an, Edisi terj (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2008), hlm. 10.
[9] Mahjuddin, Op. cit., hlm.
2.
[11] Raharjo, Pemikiran Pendidikan
Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer (Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), hlm.63.
[12] Miqdad Yaljam, Miqdad
Yaljam, Kecerdasan Moral,Penerjemah, alih bahasa Tulus Musthofa
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm
hlm. 24.
[13] Suwito, Filsafat
Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih (Yogyakarta: Belukar 2004 ) hlm. 31.
[14] Imam Suroji. Op. cit.,
hlm. 41.
[15] Amin Syukur, Pengantar
Studi Islam( Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 131.
[16] Anwar. Rosihon, Op. cit.,
hlm. 25.
[17] Abudin Nata, Pemikiran
Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.
11.
[18] Aba Firdaus Al Nahlawi, Membangun
Akhlak Mulia Dalam Bingkai Al Qur’an dan Sunnah (Yogyakarta: Al Manar,
2003), hlm. 26.
[19] Barnawy Umari, Materi
Akhlak (Sala : Ramadhani, 1984), hlm. 2.
[20] Chabib Thoha, Saifudin Zuhri,
dkk., Metodologi Pengajaran Agama, (Fakultas
Tarbiyah,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 136.
[21] Muhammad ‘Athiyyah
Al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan (Bandung : Pustaka
Setia, 2003), hlm. 114.
[22] Bisri, Akhlak, (Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, 2012), hal. 7
[23] Marzuki, Marzuki, Prinsip
Dasar Akhlak Mulia, (Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009), hlm. 22.
[24] M. Quraish Shihab, Wawasan
Al-Qur’an, Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan,
2013)..., hal. 348
[25] Marzuki, loc. Cit.
[26]Aminuddin dkk, Aminuddin dkk, Pendidikan
Agama Islam, cet II, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm.153.
[27] Ibid., hal 22.
[28] Ibid., hlm.154
[29] M. Quraish Shihab, Op. cit.
hal. 358.
[32] Mahjudin, Op. cit., hlm.
33.
[33] A. Qodri
A. Azizy, Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial (Semarang: Aneka
Ilmu, 2003), Cet. II, hlm. 64-65.
[34] Khatib Ahmad Santhut, Daur
al-Bait fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, terj. Ibnu Burdah, “Menumbuhkan
Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak dalam Keluarga Muslim” (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 1998), hlm.
85-95.
[35] Mahjuddin, Op.cit., hlm.
53-60.
No comments:
Post a Comment